Friday, October 4, 2013

biografi seorang Taufiq Ismail

Penyair penerima Anugerah Seni Pemerintah RI (1970) yang menulis Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999), ini lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935. Pendiri majalah sastra Horison (1966) dan Dewan Kesenian Jakarta (1968) ini berobsesi mengantarkan sastra ke sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi. Taufiq Ismail, lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia, Bogor (1963, sekarang Institut Pertanian Bogor. Selain telah menerima Anugerah Seni Pemerintah RI juga menerima American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serik at (1956-57). Karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan Perancis. Buku kumpulan puisinya yang telah diterbitkan, antara lain: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.), Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970), Tirani (1966), Puisi-puisi
Sepi (1971), Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971), Buku Tamu Museum Perjuangan (1972), Sajak Ladang Jagung (1973), Puisi-puisi Langit (1990), Tirani dan Benteng (1993), dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999). Selain itu, bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad, Taufiq menerjemahkan karya penting Muhammad Iqbal, Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Sedangkan bersama D.S. Moeljanto, salah seorang seorang penanda tangan Manifes Kebudayaan, menyunting Prahara Budaya (1994). Taufiq sudah bercita-cita jadi sastrawan sejak masih SMA di Pekalongan, Jawa Tengah. Kala itu, dia sudah mulai menulis sajak yang dimuat di majalah Mimbar Indonesia dan Kisah. Dia memang dibesarkan di lingkungan keluarga yang suka membaca, sehingga dia sejak kecil sudah suka membaca. Kegemaran membacanya makin terpuaskan, ketika Taufiq menjadi penjaga perpustakaan Pelajar Islam Indonesia Pekalongan. Sambil menjaga perpustakaan, dia pun leluasa melahap karya Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, sampai William Saroyan dan Karl May. Dia tidak hanya membaca buku sastra tetapi juga sejarah, politik, dan agama. Kesukaan membacanya, tanpa disadari membuatnya menjadi mudah dan suka menulis. Ketertarikannya pada sastra semakin tumbuh tatkala dia sekolah di SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS. Dia mendapat kesempatan sekolah di situ, berkat beasiswa program pertukaran pelajar American Field Service International Scholarship. Di sana dia mengenal karya Robert Frost, Edgar Allan Poe, Walt Whitman. Dia sanga menyukai novel Hemingway The Old Man and The Sea. Namun setelah lulus SMA, Taufiq menggumuli profesi lain untuk mengamankan urusan dapur, seraya dia terus mengasah kemampuannya di bidang sastra. Dia juga kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Indonesia di Bogor, lulus 1963. Semula dia berobsesi menjadi pengusaha peternakan untuk menafkahi karir kepenyairannya, namun dengan bekerja di PT Unilever Indonesia, dia bisa memenuhi kebutuhan itu. Taufiq menikah dengan Esiyati  tahun 1971. Mereka dikaruniai satu anak, yang diberinya nama: Abraham Ismail. Dia sangat bangga dengan dukungan isterinya dalam perjalanan karir. Esiyati sangat memahami profesi, cita-cita seorang sastrawan, emosi sastrawan, bagaimana impuls-impuls seorang sastrawan. Taufiq bersama sejumlah sastrawan lain, berobsesi memasyarakatkan sastra ke sekolah-sekolah melalui program “Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab”. Kegiatan ini disponsori Yayasan Indonesia dan Ford Foundation. Taufiq sudah menerbitkan sejumlah buku kumpulan puisi, di antaranya: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.); Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970); Tirani (1966); Puisi-puisi Sepi (1971); Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971); Buku Tamu Museum Perjuangan (1972); Sajak Ladang Jagung (1973); Puisi-puisi Langit (1990); Tirani dan Benteng (1993); dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999). Dia pun sudah menerima penghargaan: - American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57); - Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970; dan - SEA Write Award (1997). Biodata: Nama:Taufiq Ismail Lahir:Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935 Agama: Islam Isteri: Esiyati Ismail (Ati) Anak: Abraham Ismail Ayah: KH Abdul Gaffar Ismail (almarhum) Ibu: Timur M Nur Pendidikan: - Sekolah Rakyat di Semarang - SMP di Bukittinggi, Sumatera Barat - SMA di Pekalongan, Jawa Tengah - SMA Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS - Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan UI, Bogor, 1963 Karir: - Penyair - Pendiri majalah sastra Horison (1966) - Pendiri Dewan Kesenian Jakarta (1968) - Redaktur Senior Horison dan kolumnis (1966-sekarang) - Wakil General Manager Taman Ismail Marzuki (1973) - Ketua Lembaga Pendidikan dan Kesenian Jakarta (1973-1977) - Penyair, penerjemah (1978-sekarang) Kegiatan Lain: - Dosen Institut Pertanian Bogor (1962-1965) - Dosen Fakultas Psikologi UI (1967) - Sekretaris DPH-DKI (1970-1971) - Manager Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978) - Ketua Umum Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1985) Karya: - Buku kumpulan puisinya yang telah diterbitkan: Manifestasi (1963; bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya, et.al.) - Benteng (1966; mengantarnya memperoleh Hadiah Seni 1970) - Tirani (1966) - Puisi-puisi Sepi (1971) - Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit (1971) - Buku Tamu Museum Perjuangan (1972) - Sajak Ladang Jagung (1973) - Puisi-puisi Langit (1990) - Tirani dan Benteng (1993) - Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1999) Penghargaan: - American Field Service International Scholarship untuk mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Amerika Serikat (1956-57) - Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1970 - SEA Write Award (1997) Alamat Rumah: Jalan Utan Kayu Raya No. 66 E, Jakarta Timur 13120 Telepon (021)8504959, 881190 Alamat Kantor: Jalan Bumi Putera 23, Jakarta Timur - See more informations at: http://www.heru-setiop.blogspot.com

Contoh-contoh Pantun Jenaka, Religi Nasehat, dan Sindiran

Jenaka:

hujan rintik-rintik
Duduk berdua diatas rumah
Ingin punya cewek cantik
Syaratnya rumah dan mobil mewah

Makan roti pake sambel
Makan telor pake garem
Kalo bang Aan lagi kesel
Matanya suka merem


Religi:

burung pelatuk diatas dahan
terbang mencari burung unta
hidup mai ditangan Tuhan
tak satupun dapat menduga

sore hari pergi berenang
sambil berenang berdendang sayang
jika hidup senantiasa senang
jangan lupa sembahyang


Nasehat:
kerbau putih tak bertanduk
tertidur pulas diatas papan
jika tau ganja itu mabuk
buat apakah ia dimakan

kucing hitam tertidur pulas
tidurnya diatas tikar
ingin jadi juara kelas
kerja keras tekun belajar

Sindiran
berlarian seekor beruang
karena mendengar suara keras
sungguh senang melihat abang
meringis menahan pedas

melihat sawah para petani
para petani kota kudus
lirik sana lirik sini
nilai ulangan dapat seratus





Makna dan Puisi "Kembalikan Indoneisa Padaku"

Kemabalikan Indonesia Padaku
Karya: Taufiq Ismail

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 watt,
Sebagaian berwarna putih dan sebagian berwarna hitam,
Yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam,
Dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau jawa yang tenggelam
Karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan
Indonesia
Padaku

Hari depan Indonesia adalah seratus juta orang yang main pingpong siang malam
Dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau jawa yang pelan-pelan tenggelam
Lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
Sambil main pingpong di atas pulau jawa yang tenggelam
Dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan

Kembalikan
Indonesia
Padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
Dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau jawa yang tenggelam
Karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
Sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan
Indonesia
Padaku








“kembalikan Indonesia Padaku” berarti ada suatu pengharapan karena ada yang hilang dari berbagai aspek yang dimiliki Indonesia. . secara keseluruhannya bacaan (tafsiran) sajak sebagai berikut:
Bait ke-1
(hari Depan Indonesia) Sesuatu yang dirasakan sebenatar lagi akan terjadi, cepat atau lambat akan menimpa Indonesia. (dua ratus juta mulut yang menganga) ada begitu banyak orang yang tidak produktif. Hari depan Indonesia juga kemungkinan akan mengalami pasang surut (bola lampu 15 wat sebagian berwarna putih dan sebagian hitam) kejadian pasang surut itu selalu silih berganti, kadang-kadang baik dan kadang kadang juga buruk (menyala bergantian). Keadaan seperti ini banyak yang membuat orang berlomba-lomba untuk mencari celah dalam hal apapun (pertandingan pingpong) selalu berusaha, usahanya pun tidak tanggung-tanggung dikerjakan dengan sungguh-sungguh, sehingga telah menjadikan mereka seperti robot (siang malam). Akan tetapi, apa yang mereka perbutkan itu dapat membahayakan orang lain bahkan Negara (bola yang bentuknya seperti telur angsa). Akibat perbuatan mereka yang semena-mena maka mereka secara tidak langsung dapat menghancurkan Negara ini dengan perbuatan mereka (pulau jawa yang tengelam) itu semua terjadi karena begitu banyak orang yang berlomba dengan menghalalkan berbagai cara (karena seratus juta penduduknya)

Bait ke 2
(kembalikan) seseorang yang melihat kondisi harusnya segera sadar dan meminta agar para oknum penjahat Negara itu tidak melakukan hal yang dapat menghancurkan Negara ini. kembalikan juga menandakan ketidakikhlasan jika Indonesia di jadikan sebagai lading permainan (Indonesia padaku)

Bait ke 3
Semakin hari keadaan semakin parah, semakin banyak orang yang mencari peluang di tengah carut marut yang terjadi di Indonesia (satu juta orang main pingpong siang malam). Mereka melakukan seseuatu yang sangat berbahaya untuk masa depan Indonesia di tengah kondisi yang sedang tidak stabil ini, di tengah kondisi yang penuh ketimpangan baik dalam hal pendidikan dll (dengan telur angsa dibawah sinar lampu 15 wat). Jika hal ini tidak dihentikan, tidak ada yang berani bersuara maka lambat laun bangsa ini akan hancur (pulau jawa yang pelan-pelan tenggelam). Hancur karena sudah terlalu memuncak, terlalu parah, terlalu banyak orang yang melakukan kecurangan (lantaran berat bebannya) akan tetapi, orang-orang yang berkuasa tidak memperdulikannya bahkan bersenang-senang di atas penderitaan orang lain (angsa-angsa berenang-renang di atasnya). Akan tetapi, hari depan Indonesia  banyak orang yang tidak dapat berbuat apa-apa, berusaha, mencari kerja, karena keterbatasan yang mereka miliki (dua ratus juta mulut yang menganga). Walaupun di dalam keterbatasan itu mereka memiliki potensi untuk maju, untuk berhasil, untuk berusaha menuju kehidupan yang lebih baik (di dalam mulut ada bola-bola lampu 15 wat). Karena tidak ada yang berpikir secara mendalam, manusiawi, dan bersama-sama membangun Negara ini maka timbullah dua cara yang merkea tempuh dalam hidup, yaitu sesuatu yang baik dan yang buruk (sebagian putih dna sebagian hitam yang menyala bergantian). Ditengah penderitaan itu orang-orang besar tengah asyik dengan kehidupan mereka yang serba mewah, tidak serius di dalam memikirkan nasib kesejahteraan orang banyak (angsa-angsa putih yang berenang-renang). Yang lebih parahnya lagi selalu terjadi perlombaan di dalam mengejar tujuan yang mereka inginkan, walupun Negara ini hampir ambruk karena tingkah laku mereka (main pingpong di atas pulau jawa yang tenggelam). Perbuatan mereka yang tidak pro rakyat itu ternyata menyebabkan potensi SDM Indonesia menjadi hilang, tidak dimanfaatkan. Bahkan kebijakan atau sistem yang diterapkan tidak membuat seseorang semakin percaya diri malahan membuat mereka generasi pengecut, tunduk, dan patuh seperti robot kepada orang-orang besar.



Bait ke 4
Kembalikan kondisi Indonesia yang tentram, yang penuh kedamaian, yang mengedepankan etika di dalam bersikap, yang mempunyai hati nurani di dalam membuat keputusan serta kebijaksanan kepada orang-orang yang memiliki potensi, kepada orang yang memiliki jiwa seni, kepada orang yang berani menungkapkan kebenaran, kepada para sastrawan, kepada Taufiq ismail (kembalikan Indonesia padaku)

Bait ke 5
Masa depan Indonesia akan semakin terancam di tangan orang-orang yang suka mempermainkan nasib orang banyak, di tangan orang yang tidak memiliki hati (pertandingan pingpong siang malam) apalagi yang dipermainkan itu adalah potensi, kreativitas, calon pemimpin bangsa (bola yang bentuknya seperti telur angsa). Dengan membelenggu kreativitas, membelenggu potensi seseorang maka hal itu sama saja dengan menghancurkan masa depan bangsa ini. bukankah masa depan bangsa ini terletak pada generasi mudanya (pulau jawa yang tenggelam)

Bait ke 6
Kembalikan Indonesia padaku adalah sebuah penegasan yang dibuat penyair, sebuah gertakan, sebuah kritikan untuk pemerintah.

Pada hakikatnya penyair ingin mengkritik kebijakan pemerintah. Hari depan Indonesia itu sangat penting, maka dari itu harus menjadi sorotan pemerintah. Akan tetapi, di dalam membuat kebijakan, sistem, aturan, penyair ingin mengatakan jangan sampai kebijakan itu malah membelenggu potensi manusia yang hidup di bawah naungan NKRI. Karena membelenggu kreativitas manusia sama saja dengan menenggelamkan Indonesia. Karena Indonesia pada akhirnya tidak dapat menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas, generasi bangsa yang mempunyai semangat membangun, generasi yang mempunyai hati di dalam bekerja. Termasuk profesi sebagai sastrawan mungkin penyair merasa terancam, terkekang, terbelenggu dengan kebijakan pemerintah. Maka dari itu, dapat disimpulakan bahwa judul puisi ini menandakan pembrontakan, sekaligus upaya yang sangat berani dan kritis di dalam memberi masukan kepada pemerintah. Memberi semangat kepada orang-orang yang peduli dengan masa depan Indonesia.